Penanganan Penyakit Menular

Assalamu’alaikum wr wb.

Corona adalah virus mematikan yang telah menyebar luas ke berbagai penjuru dunia dan telah menewaskan banyak korban dan menular ke ribuan manusia. Banyak negara yang telah membuat kebijakan yang ketat untuk menghentikan penyebaran virus ini ke negaranya namun berbeda dengan negara Indonesia yang nampak santai bahkan tetap mengijinkan warga negara asing masuk ke Indonesia. Ini tentu sangat mengkhawatirkan masyarakat. Untuk menangani  penyebaran virus ini bagaimana Islam mengaturnya ?

Ibu Tanti dari Banyumas

Wa’alaikum salam warahmatullahi wa barakatuhu,

Ibu Tanti rahimakumullah,

Terlepas dari perdebatan apakah virus corona ini alami atau rekayasa manusia kita patur prihatin dengan ujian ini dan senantiasa memohon kepada Allah SWT agar kita semua diselamatkan dari tertularnya virus mematikan ini.

Dari Aisyah ra berkata, Rasulullah saw pernah berdoa dan mengajarkan doa kepada para sahabat dari penyakit deman dan semua penyakit termasuk penyakit menular,

“Dengan menyebut nama Allah yang Mahabesar, aku berlindung kepada Allah yang Mahaagung dari kejahatan penyakit na’ar (yang membangkang) dan dari kejahatan panasnya neraka.” (Sunan Ibnu Majah No. 3517).

Ibu Tanti Rahimakumullah,

Islam adalah agama yang sempurna telah menjelaskan semua ketentuan (syariat) yang dibutuhkan manusia. Allah SWT telah berfirman di dalam QS. AN-Nahl  ayat 89 berikut,

وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ ٱلْكِتَٰبَ تِبْيَٰنًا لِّكُلِّ شَىْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ…

“…Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”.

Islam menjaga umatnya agar senantiasa sehat dan terhindar dari penyakit menular. Dari kitab Sahih Muslim Rasulullah saw bersabda, “Jika kalian mendengar tentang wabah-wabah di suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Tetapi jika terjadi wabah di suatu tempat kalian berada, maka janganlah kalian meninggalkan tempat itu,” (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim).

Berdasarkan hadist tersebut, terdapat 3 (tiga) hukum syara’ bagi orang yang hendak keluar dari negeri tempat terjadinya wabah penyakit, sebagaimana dijelaskan oleh  Imam Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Bari (Juz ke-10, hlm. 1990).

Menurut Imam Ibnu Hajar Al Asqalani, terdapat 3 hukum syara’ sebagai berikut :

Hukum Pertama, jika seseorang keluar dari negeri terjadinya wabah penyakit motifnya semata-mata untuk lari atau menghindar dari wabah penyakit, hukumnya haram.

Hukum Kedua, jika motifnya bukan untuk menghindari wabah penyakit, tapi ada tujuan lain seperti habisnya masa visa, habisnya masa studi atau masa kerja, dll, hukumnya boleh.

Hukum Ketiga, jika motifnya ganda, yaitu ada motif primer bukan karena menghindari wabah, lalu ada motif sekunder untuk menghindari wabah, hukumnya boleh.

Hukum pertama dan hukum kedua, dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim sebagai berikut :

“Dalam hadis-hadis ini, terdapat larangan mendatangi negeri terjadinya wabah tha’uun dan larangan keluar darinya karena lari dari thaa’uun. Adapun keluar dari negeri itu karena suatu alasan lain, maka hukumnya tidak apa-apa.

Para ulama sepakat mengenai bolehnya keluar dari negeri itu karena alasan pekerjaan atau tujuan lain yang bukan alasan lari (dari wabah).

Adapun hukum ketiga, yaitu keluar dari negeri tempat wabah dengan motif ganda, yaitu motif dasarnya bukan karena menghindari wabah, lalu ada motif tambahan untuk menghindari wabah, dijelaskan oleh Imam Ibnu Hajar Al Asqalani sebagai berikut :

 “Seseorang keluar karena alasan pekerjaan atau alasan lainnya, kemudian ditambah alasan untuk selamat dari wabah penyakit, maka dalam hal ini ada perbedaan pendapat di kalangan ulama.” (Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Bari, Juz ke-10, hlm. 1990).

Pengaturan tersebut tentu hanya bisa dilakukan oleh pemerintah (negara) sebab hanya negara yang bisa mengatur lalu lalang manusia dari satu negara ke negara lain.

Apabila negara tidak melakukan pengaturan sedemikian rupa maka mereka berdosa dari mereka terkategori melalaikan amanah yang telah diberikan kepadanya.

Rasulullah Muhammad SAW telah mengingatkan posisi pemerintah adalah Imam bagi seluruh umat Islam dan bertanggung jawab mengurusi rakyatnya sesuai dengan ketentuan syariat Islam termasuk dalam penanganan penularan penyakit menular.

“Imam adalah (laksana) penggembala (pelayan). Dan dia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya”. (HR. Bukhari).